Sovereign Wealth Fund/SWF atau Dana Kemakmuran Negara adalah sebuah lembaga yang secara khusus mengelola dana investasi pemerintah atau negara untuk dialokasikan dalam berbagai instrumen investasi yang relevan bagi upaya untuk memastikan kesinambungan kemakmuran bangsa. Ide awalnya mirip gagasan Nabi Yusuf, 3700 tahun lampau, agar penguasa Mesir waktu itu menyisihkan dana berlebih ketika panen melimpah untuk membiayai defisit ketika kekeringan melanda.
Dalam perkembangannya, gagasan SWF ini berkembang semakin kompleks. Sumber dananya tidak lagi bergantung pada ketersediaan surplus semata, melainkan dikumpulkan dari penjualan aset atau privatisasi, obligasi atau hutang pemerintah dan bahkan pinjaman lunak negara lain. Begitu juga dengan pengelolaan dananya. Tidak lagi sebatas dana persiapan atau stabilisasi masa susah, tetapi lebih jauh merupakan dana investasi yang multiopsi; dari investasi sektor-sektor perintis yang menjanjikan imbal balik moderat dalam jangka panjang hingga investasi sektor-sektor pengungkit yang menjanjikan imbal balik tinggi dalam jangka pendek.
Baru, Tapi Lama
Meski istilahnya baru mengemuka tahun 2005, implementasi SWF dalam negara-bangsa modern praktiknya telah berkembang lama. Dana Abadi Pendidikan yang dibentuk negara-bagian Texas yang kaya minyak di Amerika Serikat pertengahan abad XIX merupakan awal mula. Seratus tahun setelahnya, sekitar 1950-an, Kuwait yang kaya minyak dan Kiribati yang kaya fosfat mengadopsinya. Menyusul kemudian Uni Emirat Arab (1976), Singapura (1981), Brunei (1983) dan Norwegia (1990).
Grafik 1. Pertumbuhan SWF Menurut Nilai Akuisisi Aset, 2000-2018

Sumber: Orchard (2020, 3)
Yang menarik, memasuki tahun 2005, pertumbuhan SWF melesat pesat. Pada tahun 1990, total SWF di dunia mengelola sekitar US$ 500 miliar, pada tahun 2007 jumlahnya telah mencapai US$ 2–3 triliun (Simon 2007). Tidak hanya dari total dana terkelola, jumlah SWF yang ada pun meningkat. Di tahun 2005 tercatat ada 30 SWF di dunia dengan total dana terkelola sekitar US$ 2 triliun, sedangkan di tahun 2018, jumlahnya meningkat menjadi 80 SWF dengan total dana terkelola sekitar US$ 8 triliun (Orchard 2020).
Pergeseran Kekuatan
Tidak hanya menggambarkan upaya sejumlah negara untuk memastikan stabilisasi fiskal dan kesinambungan kemakmurannya dalam jangka panjang, maraknya pengembangan SWF memasuki dasawarsa 2000-an lebih jauh mengindikasikan dinamika geopolitik penting. Jurgen Braunstein (2018), misalnya, memandang fenomena ini sebagai refleksi pergeseran kemakmuran dan kekuatan dari negara-negara maju (OECD Countries) ke negara-negara berkembang (non-OECD Countries) yang tengah tumbuh signifikan secara ekonomi.
Grafik 2. Ilustrasi 22 SWF Terbesar

Mungkin karena itu, gelombang pesat SWF ini sempat memunculkan kekhawatiran negara adidaya status quo seperti Amerika Serikat. Fakta bahwa beberapa SWF besar yang muncul 20 tahun terakhir dibentuk oleh negara-negara yang secara politik bukan sekutu tradisional Amerika Serikat sempat memunculkan kekhawatiran terkait kemungkinan penggunaannya untuk tujuan-tujuan stratejik lain yang mengganggu perimbangan (Truman 2010). Jika diperhatikan, dari data 22 SWF terbesar sebagaimana Gambar 2 di atas, beberapa di antaranya memang merupakan negara yang notabene bukan sekutu tradisional Amerika Serikat. Termasuk di antaranya adalah China, Russia, Kazakhstan, Venezuela dan Libya.
Tiga Model
Kendati demikian, gelombang naik SWF berlangsung dalam pola yang kompleks. Naiknya negara-negara non-OECD atau negara-negara non-sekutu tradisional Amerika Serikat hanyalah salah satu tengara dan belum menggambarkan kecenderungan seluruhnya. Sebaliknya, gelombang naik SWF memuat variasi latar belakang negara yang lebih rumit. Untuk memudahkan pemahaman, kita akan kelompokkan mereka dalam tiga klasifikasi negara.
Pertama, negara rente atau rentier state. Ini adalah negara di mana porsi signifikan dari pendapatan nasionalnya diperoleh melalui ‘pembayaran sewa’ atas keuntungan-keuntungan lebih yang diperoleh dalam eksplorasi kekayaan alamnya. Meski mengalami lonjakan pendapatan yang cukup signifikan, produktivitas ekonomi di negara-negara rente ini tidak mengalami perkembangan fundamental yang signifikan. Sebagai akibatnya, terdapat kekhawatiran terhadap masa depan perekonomian manakala kekayaan alam habis dieksploitasi. Untuk menyiapkan diri dari kemerosotan ekonomi pasca kemerosotan eksplorasi sumber daya alam, negara-negara ini lantas membentuk SWF. Termasuk dalam kelompok ini adalah SWF yang dibentuk oleh negara-negara kaya minyak, yang mana Kuwait, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Oman, Venezuela termasuk di dalamnya.
Kedua, negara kesejahteraan atau welfare state. Berbeda dari negara rente, negara kesejahteraan mendirikan SWF untuk mendukung upayanya mempromosikan kesejahteraan berkelanjutan, kesetaraan kesempatan antara generasi yang berbeda, dan kelangsungan distribusi pendapatan dalam kaitannya. Beberapa dari negara ini mungkin mendapatkan kekayaannya dalam sumber-sumber eksplorasi kekayaan sumber daya alam yang mungkin serupa dengan negara rente, tetapi mereka memiliki fundamental ekonomi dan mengembangkan sistem distribusi kemakmuran yang secara umum lebih kuat dan terlembaga. SWF yang dikembangkan Norwegia yang kaya minyak tapi juga mengembangkan prinsip negara kesejahteraan yang terlembaga adalah contoh klasik dalam kategori ini.
Ketiga, negara wirausaha atau entrepreneur state. Ini adalah negara yang menolak peranan negara yang sebatas sebagai penjaga arena ekonomi seperti yang dikembangkan negara liberal tetapi pada saat yang sama tidak cukup puas dengan konsepsi negara kesejahteraan yang menempatkan negara dalam fungsi-fungsi pokok redistribusi ekonomi semata. Sebaliknya, negara wirausaha menghendaki peran-peran negara yang lebih besar dari itu. Tidak hanya menjalankan fungsi-fungsi intervensi selektif, negara wirausaha secara aktif bahkan menjadi pelopor, motor, dinamisator upaya-upaya emansipasi stratejik yang diperlukan demi tercapainya tujuan kepentingan nasional krusial. Bagian dari fungsi itu adalah memastikan kelangsungan upaya pembangunan ekonomi yang ada dan kesinambungan stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, di mana SWF menemukan rumahnya. Termasuk dalam negara ini adalah, Tiongkok, Rusia, India, Brazil dan Singapura.
Negara Udaya
Pada akhirnya, selain memuat tiga jenis latar belakang negara yang berbeda, perkembangan SWF lebih lanjut juga mencatatkan dinamika perkembangan yang menarik. Setelah untuk kurun waktu yang lama didominasi oleh negara-negara rente, dan diselingi oleh negara kesejahteraan di akhir tahun 1980-an, perkembangan SWF pasca tahun 2000-an secara khusus mencatatkan latar belakang negara yang semakin mengarah pada negara wirausaha.
Lebih menarik lagi, banyak dari negara wirausaha ini adalah negara yang secara struktural masuk dalam kategori emerging countries atau negara udaya. Masuknya Brasil, Rusia, India dan juga Tiongkok dalam upaya pengembangan SWF dua dekade terakhir yang notabene anggota negara-negara udaya yang tergabung dalam BRICS merupakan contoh menarik. Begitu juga dengan ketertarikan Malaysia dan Indonesia yang notabene negara yang masuk dalam kategori negara udaya gelombang berikutnya.
Maraknya pembentukan SWF dua dekade terakhir rupanya tumbuh seiring menguatnya dinamika pergeseran kekuatan internasional kontemporer, di mana salah satunya di tandai oleh naiknya emerging countries atau negara-negara udaya. Pembentukan SWF dalam beberapa hal adalah bagian dari upaya negara-negara dalam memastikan kelangsungan kebangkitan ekonomi mereka yang banyak bertumpu pada peranan kuat pemerintah atau negara (negara wirausaha)
Selain menggarisbawahi kemunculan negara wirausaha yang menguat, maraknya pembentukan SWF dalam dua dekade terakhir lebih jauh juga menggarisbawahi dinamika pergeseran kekuatan yang menghangat. Dalam kaitannya, pembentukan SWF ini tidak melulu muncul sebagai prakarsa ekonomi semata melainkan juga semakin erat menjadi bagian dari dinamika geopolitik yang kini mengemuka dalam kaitannya. Memahami SWF dalam kaitan yang terhubung erat dengan dinamika geopolitik dan kebangkitan negara udaya, karenanya, menjadi keniscayaan yang tak terelak adanya.
Referensi
- Braunstein, Juergen, 2018. “Domestic Sources of Twenty-first-century Geopolitics: Domestic Politics and Sovereign Wealth Funds in GCC Economies”, New Political Economy: 1-21.
- Lyons, Gerrard, 2008. “State Capitalism; the Rise of Sovereign Wealth Fund”, Law and Business Review of the Americas, 14 (1).
- Orchard, Freddy, 2020. “The Rise of Sovereign Wealth Funds”, GIC Thinkspace, Februari. Singapura: GIC. ●
For Quotation: Joko Susanto, “SWF dan Negara Udaya”, Focus: Sovereign Wealth Fund, EmergingIndonesia.com, 21 January, 2022.